Dalam sejarah kebakaran hutan di Indonesia, peristiwa di tahun 1997 – 1998 termasuk yang terbesar. Kebakaran yang melanda berbagai wilayah, termasuk pulau Kalimantan tersebut telah menghancurkan berhektar-hektar hutan gambut. Di Palangkaraya, kebakaran tersebut merusak hutan gambut di sisi Jalan Lintas Kalimantan (jalan yang menghubungkan Palangkaraya dan Banjarmasin). Kerusakan tidak hanya menghancurkan secara fisik hutannya saja, tetapi juga perekonomian masyarakat sekitar.
Kejadian memilukan inilah yang kemudian mendorong Ir. Januminro, seorang pegawai negeri sipil untuk menumbuhkan kembali hutan di lahan gambut. Berawal dari beberapa hektar saja, hutan di Jl. Lintas Kalimantan antara Palangkaraya – Banjarmasin Km. 30.5 Desa Tumbang Nusa, Kec. Jabiren Raya, Kab. Pulau Pisau, Prop. Kalimantan Tengah mulai dibentuk. Saat ini, hutan gambut yang dibuat oleh lulusan Manajemen Hutan, Universitas Lambung Mangkurat itu sudah seluas 10 hektar. “Penambahan luas lahan itu adalah hasil dari membeli lahan masyarakat sekitar ataupun dari hibah,” ujarnya.
Agar berbeda dengan hutan gambut lainnya, penulis buku Rotan Indonesia itu memberinya nama Jumpun Pambelom. Selayaknya seorang bayi, nama hutan gambut itu juga mengandung doa dan harapan. Jumpun diambil dari bahasa Dayak Ma’anyan yang berarti hutan dan Pambelom berasal dari bahasa Dayak Ngaju yang berarti kehidupan. Jika disatukan maka Jumpun Pambelom berarti hutan yang memberikan kehidupan atau sebagai sumber kehidupan. Sebuah harapan besar yang ingin diwujudkan oleh Januminro.
Keunikan lain dari hutan gambut yang dikelola Januminro tidak hanya dari namanya saja, akan tetapi statusnya juga. “Hutan ini statusnya hak milik,” katanya. Sebanyak 10 hektar luasan hutan itu telah memiliki sertifikat hak milik. Hal ini memudahkannya untuk mengelola hutan yang telah menjadi sumber kehidupan masyarakat sekitar dengan pembibitannya. Karena statusnya inilah, Jumpun Pambelom menjadi pelopor pengelolaan hutan gambut berstatus hak milik di Indonesia.
Bukan hal yang mudah untuk membangun sebuah hutan dari lahan gambut yang sempat terbakar. Namun, berbekal pengetahuan dan semangat, Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Kota Palangkaraya itu sedikit demi sedikit merawat pohon-pohon yang diantaranya termasuk langka dan endemis. Ketekuannya mengelola hutan semakin berkembang sejak pria kelahiran
Buntok, 13 Juli 1962 ini menduduki posisi sebagai Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan di Kabupaten Pulang Pisau di tahun 2000 dan di Kota Palangkaraya pada tahun 2009. Posisinya itu membuatnya semakin serius menciptkan model pengelolaan hutan gambut yang memberikan manfaat pada masyarakat.
Sejak berdiri pada tahun 1998, Jumpun Pambelom tidak melupakan kontribusi masyarakat sekitar. Oleh Januminro, masyarakat diajak untuk menanam pohon-pohon langka dan memiliki manfaat ekonomi seperti Pasak Bumi (Eurycoma longifolia), Ramin (Gonystylus bancanus), Ulin (Euderoxylon zwagery), Balangeran (Shorea balangeran), Galam (Malaleuca leucadendron), Gaharu (Aquilaria malacencis), Tanggaring, tangkuhis, dan jenis lainnya. Tidak berhenti disitu, dia juga membuat ladang-ladang pembibitan yang melibatkan warga sekitar. Para warga, baik ibu-ibu maupun bapak-bapaknya diajarkan melakukan pembibitan.
Hasilnya, bibit tersebut dapat dijual. Kebun bibit tersebut setidaknya dapat menjual 3000 bibit setiap tahunnya. Bahkan pada Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan Bulan Menanam Pohon (BMP) Tahun 2014, telah dibagikan sebanyak lebih dari 10.000 bibit tanaman berbagai jenis. Masyarakat juga di dorong untuk membentuk kelompok-kelompok tani agar dapat mengelola atau mengembangkan lahan gambut di wilayahnya masing-masing.
Keterlibatan masyarakat, tidak hanya dalam pembibitan saja, Januminro juga membentuk satuan pemadam kebakaran hutan yang anggotanya adalah masyarakat. Bahkan Jumpun Pambelom menjadi lokasi Pos Siaga kebakaran Hutan dan lahan untuk mengatasi titik api di sepanjang tepi jalan lintas Kalimantan, terutama yang terletak di Desa Tumbang Nusa dan Desa Taruna, Kecamatan Jabiren
Raya, Kabupaten Pulang Pisau. Satuan ini memiliki peran yang sangat penting, karena pada musim kemarau, hutan gambut menjadi mudah sekali terbakar. Sekali terbakar, akan sulit untuk memadamkannya, karena api menjalar di bawah permukaan tanah.
Memadamkan api di permukaan belum tentu menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, satuan tersebut menjadi penting karena telah mengetahui teknik penangannya. Sebagai penunjang, di Jumpun Pambelom telah dibangun sarana penunjangnya berupa sumur bor, mesin pompa dan beberapa tenaga personil pengendali yang terlatih dari masyarakat setempat.
Agar pengelolaan Jumpun Pambelom menjadi semakin baik, Januminro mendirikan lembaga Tane Ranu Dayak yang misinya melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam upaya melestarikan sumberdaya alam lingkungan, mengembangkan kaerifan local suku Dayak, terutama dalam kerangka memperjuangkan hak tenurial dalam kepemilikan hutan dan lahan. Kemudian, di masa depan, pria yang mempunyai hobi berkebun itu ingin menjadikan hutan gambut ini menjadi rest area, ruang terbuka hijau, kawasan ekoWisata, tempat pendidikan lingkungan, pelestarian aneka tanaman langka. demplot penyuluhan swadaya, dan perpustakaan.[rel]